Para wali membangun suatu struktur secara hieraki yang berbentuk piramide dengan quthb sebagai puncaknya. Yang paling bawah adalah akhyar yang berjumlah 300. Di atasnya adalah abdal berjumlah 40. Di atasnya lagi abrar berjumlah 7 orang. Di atasnya 4 orang autad disusul di atasnya 3 orang nuqoba dan seorang yang berada di puncak adalah quthb atau ghauts. Aswad bin Syaiban meriwayatkan sebuah hadis dari Abdullah demikian, “Di antara makhluk Alloh terdapat 300 manusia yang hatinya sama dengan hati Nabi Adam as., 40 hati manusia yang sama dengan hati Nabi Musa as., 7 hati manusia yang sama dengan hati Nabi Ibrahim as., 5 hati manusia yang sama dengan hati dengan hati malaikat Jibril, 3 hati manusia yang sama dengan hati malaikat Mikail, dan 1 hati manusia yang sama dengan hati malaikat Israfil. Apabila ada seorang yang mati, Alloh segera memberi pengganti untuk menduduki tempatnya…” Ibnu Mas’ud juga meriwayatkan sebuah hadis yang senada, dan diakhiri dengan kalimat, “Dengan mereka itulah, Alloh menghindari umat ini dari bencana.” Wali quthb merupakan khalifah nabi yang selalu ada (bila wafat ada penggantinya) di permukaan bumi. Ia mencapai derajat ini; setelah mengetahui hakikat syariat, sesudah memahami rahasia kodrat Tuhan, sesudah tidak makan melainkan dengan usahanya sendiri, sesudah tubuh dan jiwanya suci, tidak lagi membutuhkan kehidupan duniawi tapi semata-mata ditujukan kepada hadirat Alloh.
Sebuah tempat terhormat dan khusus dalam hieraki pada wali ditempati oleh seorang tokoh “tokoh gaib” yang disebut al-Khadhr atau al-Khidhr (secara harfiah berarti hijau). Khidhr ini berada di sebuah tempat bertemunya dua lautan. Kaum sufi menafsirkan dua lautan tersebut sebagai tempat bertemunya keadaan fana’ dan baqa’. Banyak kaum sufi yang menyatakan dirinya sebagai murid “tokoh gaib” ini (yang menurut keyakinan selama ini dikenal dengan Nabi Khidhr).
Wallahu ‘alam.
(referensi: Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat, LKiS)